Sabtu, 13 Februari 2016
Pengawasan Mutu Dan Sertifikasi Pangan HACCP
PENGAWASAN
MUTU DAN SERTIFIKASI PANGAN
Oleh:
PUTRI
SULHAM WIJAYA
D1C1 13 071
TPG B 2013
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
HACCP
A. Pengertian
HACCP
Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian
Titik Kritis (Hazard Analysis and Critical Control Points / HACCP)
didefinisikan sebagai suatu pendekatan ilmiah, rasional, dan sistematik untuk
mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya.
Dillon and Griffith (1996) dalam
buku Hygiene dan Sanitasi Makanan (Siti Fathonah, 2005) mendefinisikan HACCP
sebagai sistem manajemen keamanan makanan, dengan strategi mencegah bahaya dan
resiko yang terjadi pada titik-titik kritis pada rantai produksi makanan.
Sedangkan Badan Standardisasi Nasional (BSN) Indonesia mendefinisikan HACCP
sebagai suatu sistem untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan
bahaya yang nyata bagi keamanan pangan.
HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada kesadaran
bahwa hazard (bahaya) dapat timbul
pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan
pengendaliannya untuk mengontrol bahaya bahaya tersebut. Kunci utama HACCP
adalah antisipasi dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan, daripada
mengandalkan kepada pengujian produk akhir.
Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang tanpa
resiko, tetapi dirancang untuk meminimalkan resiko bahaya keamanan pangan.
Sistem HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk
memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi
bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik.
HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen
utama bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi,
pemasaran hingga sampai kepada pengguna akhir.
Hazard Analysis, adalah
analisis bahaya atau kemungkinan adanya risiko bahaya yang tidak dapat
diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek mata rantai produksi pangan
yang tidak dapat diterima karena merupakan penyebab masalah keamanan pangan.
Bahaya tersebut meliputi :
1. Keberadaan
yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau fisik pada bahan
mentah.
2. Pertumbuhan
atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasilperubahan kimiawi yang tidak dikehendaki (misalnya nitrosamin) pada
produk antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi.
3. Kontaminasi
atau kontaminasi ulang ( cross
contamination) pada produk antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi.
Critical
Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah dimana
pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau menghilangkan
bahaya atau menguranginya sampai titik aman (Bryan, 1995).
Titik pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi,
praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan untuk
mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian kritis:
a. Titik
Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat
dihilangkan
b. Titik
Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya dikurangi.
Karena HACCP dikenal sebagai sistem keamanan pangan yang efektif, maka
dengan menerapkan HACCP secara konsekuen maka perusahaan jaminan pangan akan
dapat memberikan kepercayaan pada pelanggan terhadap jaminan keamanan yang
telah dilakukan, dan akan memberikan kesan yang baik bahwa industri pangan yang
bersangkutan memenuhi komitmen yang kuat dan profesional dalam menjamin
keamanan pangan. Bahkan suatu industri pangan penerap HACCP dapat
mendemonstrasikan bahwa sistem keamanan pangannya telah memenuhi persyaratan regulasi
pemerintah dalam menjamin masyarakat terhadap kemungkinan timbulnya bahaya
keamanan pangan.
B. Sejarah Berkembangnya HACCP
Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di
Amerika Serikat bersama-sama dengan US
Army Nautics
Research and
Development Laboratories, The National Aeronautics and Space Administration serta
US Air Force Space Laboratory Project
Group pada tahun 1959 diminta untuk mengembangkan makanan untuk dikonsumsi
astronot pada gravitasi nol. Untuk itu dikembangkan makanan berukuran kecil ( bite size ) yang dilapisi dengan pelapis
edible yang menghindarkannya dari
hancur dan kontaminasi udara. Misi terpenting dalam pembuatan produk tersebut
adalah menjamin keamanan produk agar para astronot tidak jatuh sakit. Dengan
demikian perlu dikembangkan pendekatan yang dapat memberi jaminan mendekati
100% aman.
Tim tersebut akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa, cara terbaik untuk
mendapatkan jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan penyimpanan
rekaman data yang baik. Konsep yang saat ini dikenal sebagai HACCP ini, jika
diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan titik-titik atau daerah-daerah yang
mungkin menyebabkan bahaya. Masalah bahaya ini didekati dengan cara mengamati
satu per satu bahan baku proses dari sejak di lapangan sampai dengan
pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah bahaya patogen, logam berat,
toksin, bahaya fisik, dan kimia serta perlakuan yang mungkin dapat mengurangi
cemaran tersebut. Disamping itu, dilakukan pula analisis terhadap proses,
fasilitas dan pekerja yang terlibat pada produksi pangan tersebut.
Pada tahun 1971, untuk pertama kalinya sistem HACCP ini dipaparkan kepada
masyarakat di negara Amerika Serikat di dalam suatu Konferensi Nasional
Keamanan Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury mendapat kontrak untuk
memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food
and Drug Adminstration (FDA). Dokumen lengkap HACCP pertama kali
diterbitkan oleh Pillsbury pada tahun 1973 dan disambut baik oleh FDA dan
secara sukses diterapkan pada makanan kaleng berasam rendah.
Pada tahun 1985, The National
Academy of Scienses (NAS) merekomendasikan penerapan HACCP dalam
publikasinya yang berjudul An Evaluation
of The Role of Microbiological Criteria for Foods and Food Ingredients. Komite
yang dibentuk oleh NAS kemudian menyimpulkan bahwa sistem pencegahan seperti
HACCP ini lebih dapat memberikan jaminan kemanan pangan jika dibandingkan
dengan sistem pengawasan produk akhir.
Selain NAS, lembaga internasional seperti International Commission on Microbiological Spesification for Foods (ICMSF)
juga menerima konsep HACCP dan memperkenalkannya ke luar Amerika Serikat.
Ketika NAS membentuk The National
Advisory Commitee on Microbiological Criteria for Foods (NACMCF), maka
konsep HACCP makin dikembangkan dengan disusunnya 7 prinsip HACCP yang dikenal
sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian diadopsi oleh berbagai badan
internasional seperti Codex Alimentarius
Commission (CAC) yang kemudian diadopsi oleh berbagai negara di dunia
termasuk Indonesia .
C. Perlunya Diterapkan HACCP bagi Industri Pangan
Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan pangan yang
bersifat sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah dikenal,
yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat
terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan tindakan
pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut. HACCP
merupakan akronim yang digunakan untuk mewakili suatu sistem hazard dan titik
kendali kriti (Hazard Analysis and Critical Control Point).
HACCP merupakan suatu sistem manajemen keamanan makanan yang sudah
terbukti dan didasarkan pada tindakan pencegahan. Identifikasi letak suatu
hazard yang mungkin akan muncul di dalam proses, tindakan pengendalian yang dibutuhkan
akan dapat ditempatkan sebagaimana mestinya. Hal ini untuk memastikan bahwa
keamanan makanan memang dikelola dengan efektif dan untuk menurunkan
ketergantungan pada metode tradisional seperti inspeksi dan pengujian.
Beberapa industri pangan dunia menyimpulkan bahwa bisnis pangan perlu dan
harus menerapkan HACCP dengan beberapa alasan sebagai berikut :
1. Yang
paling ditakuti pebisnis pangan adalah “food safety” karena hal itu tidak dapat
diatasi dengan “product recall” yang mahal.
2. Jaminan
keamanan pangan adalah salah satu persyaratan standar dan juga wajib oleh
Regulasi (UU pangan, UU perlindungan konsumen).
3. Untuk
menjadi kompetitif di pasar global.
4. Menekankan
pada mutu, “food safety”, dan eliminasi “economic fraud” (miss-labelling,
kesalahan berat, salah ukuran) untuk menjaga keamanan bisnis.
5. Membutuhkan
sistem keamanan pangan yang sejalan dengan program yang sejalan dengan jaminan
mutu.
6. WTO
telah mendesak negara anggota dan industri untuk melakukan harmonisasi
perdagangan, ekivalensi sistem inspeksi, dan mengurangi hambatan teknis, serta
merekomendasi CAC standar untuk memfasilitasi harmonisasi.
7. CAC
telah mengadopsi dan merekomendasi penerapan bagi industri pangan HACCP
keseluruh dunia.
8. Negara-negara
mitra bisnis Indonesia telah mengubah regulasi mereka untuk implentasi HACCP.
D. Prinsip-Prinsip HACCP
Di dalam penerapannya, Hazard Analysis and Critical Control Point
memiliki beberapa prinsip yang dilaksanakan. Sistem HACCP terdiri dari tujuh
prinsip, yaitu :
1. Melakukan analisis bahaya.
Segala
macam aspek pada mata rantai produksi pangan yang dapat menyebabkan masalah
keamanan pangan harus dianalisa. Bahaya yang dapat ditimbulkan adalah
keberadaan pencemar (kontaminan) biologis, kimiawi, atau fisik bahan pangan.
Selain itu, bahaya lain mencakup pertumbuhan mikrroganisme atau perubahan
kimiawi yang tidak dikehendaki selama proses produksi, dan terjadinya
kontaminasi silang pada produk antara, produk jadi, atau lingkungan produksi.
2. Menentukan Titik Pengendalian Kritis
(Critical Control Point).
Suatu
titik, tahap, atau prosedur dimana bahaya yang
berhubungan dengan pangan dapat dicegah, dieliminasi, atau dikurangi hingga ke
titik yang dapat diterima (diperbolehkan atau titik aman). Terdapat dua titik
pengendalian kritis yaitu Titik Pengendalian
Kritis
1 sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan, dan Titik Pengendalian Kritis
2 dimana bahaya dapat dikurangi.
3. Menentukan batas kritis.
Kriteria yang
memisahkan sesuatu yang bisa diterima dengan yang tidak bisa diterima. Pada
setiap titik pengendalian kritis, harus dibuat batas kritis dan kemudian
dilakukan validasi. Kriteria yang umum digunakan dalam menentukan batas kritis
HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu, tingkat kelembaban, Aw, ketersediaan klorin, dan parameter fisik seperti tampilan
visual dan tekstur.
4. Membuat suatu sistem pemantauan (monitoring) CCP.
Suatu
sistem pemantauan (observasi) urutan, operasi, dan pengukuran selama terjadi
aliran makanan. Hal ini termasuk sistem pelacakan operasi dan penentuan kontrol
mana yang mengalami perubahan ketika terjadi penyimpangan. Biasanya, pemantauan
harus menggunakan catatan tertulis.
5. Melakukan tindakan korektif apabila
pemantauan mengindikasikan adanya CCP yang tidak berada di bawah kontrol.
Tindakan korektif
spesifik yang diberlakukan pada setiap CCP dalam sistem HACCP untuk menangani
penyimpangan yang terjadi. Tindakan korektif tersebut harus mampu mengendalikan
membawa CCP kembali dibawah kendali dan hal ini termasuk pembuangan produk yang
mengalami penyimpangan secara tepat.
6. Menetapkan prosedur verifikasi untuk
mengkonfirmasi bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif.
Prosedur
verifikasi yang dilakukan dapat mencakup peninjauan terhadap sistem HACCP dan
catatannya, peninjauan terhadap penyimpangan dan pengaturan produk, konfirmasi
CCP yang berada dalam pengendalian, serta melakukan pemeriksaan (audit) metode,
prosedur, dan uji. Setelah itu, prosedur verifikasi dilanjutkan dengan
pengambilan sampel secara acak dan menganalisanya. Prosedur verifikasi diakhiri
dengan validasi sistem untuk memastikan sistem sudah memenuhi semua persyaratan
Codex dan memperbaharui sistem apabila terdapat perubahan di tahap proses atau
bahan yang digunakan dalam proses produksi.
7. Melakukan dokumentasi terhadap seluruh
prosedur dan catatan yang berhubungan dengan prinsip dan aplikasinya.
Beberapa
contoh catatan dan dokumentasi dalam sistem HACCP adalah analisis bahaya,
penetapan CCP, penetapan batas kritis, aktivitas pemantauan CCP, serta
penyimpangan dan tindakan korektif yang berhubungan.
E. Pedoman Penerapan HACCP
HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer
sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan bukti
secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Selain meningkatkan keamanan
pangan, penerapan HACCP dapat memberikan keuntungan lain yang penting.
Selanjutnya, penerapan sistem HACCP dapat membantu inspeksi oleh lembaga yang
berwenang dan memajukan perdagangan internasional melalui peningkatan
kepercayaan keamanan pangan.
HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer
sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan buktI
secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Selain meningkatkan keamanan
pangan, penerapan HACCP dapat memberikan keuntungan lain yang penting.
Selanjutnya, penerapan sistem HACCP dapat membantu inspeksi oleh lembaga yang berwenang
dan memajukan perdagangan internasional melalu peningkatan kepercayaan keamanan
pangan.
Sebelum menerapkan HACCP untuk setiap sektor rantai pangan, sektor
tersebut harus telah menerapkan Prinsip Umum Higiene Pangan dari Codex, Pedoman
Praktis dari Codex yang sesuai, serta peraturan keamanan pangan terkait,
Tanggung jawab manajemen adalah penting untuk menerapkan sistem HACCP yang
efektif. Selama melaksanakan identifikasi bahaya, penilaian dan pelaksanaan
selanjutnya dalam merancang dan menerapkan sistem HACCP, harus dipertimbangkan
dampak dan bahan baku, bahan tambahan, cara pembuatan pangan yang baik, peran
proses pengolahan dalam mengendalikan bahaya, penggunaan yang mungkin dari
produk akhir, katagori konsumen yang berkepentingan dan bukti-bukti epidemis
yang berkaitan dengan keamanan pangan.
Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada Titik Kendali
Kritis (CCPs). Perancangan kembali operasi harus dipertimbangkan jika terdapat
bahaya yang harus dikendalikan, tetapi tidak ditemukan TKK (CCPs). HACCP harus
diterapkan terpisah untuk setiap operasi tertentu. TKK vang diidetitifikasi
pada setiap contoh yang diberikan dalam setiap Pedoman praktek Higiene dari
Codex mungkin bukan satu-satunya yang diidentifikasi untuk suatu penerapan yang
spesifik atau mungkin berbeda jenisnya. Penerapan HACCP harus ditinjau kembali
dan dibuat perubahan yang diperlukan jika dilakukan modifikasi dalam produk,
proses atau tahapannya.
Penerapan HACCP perlu dilaksanakan secara fleksibel, dimana perubahan
yang tepat disesuaikan dengan memperhitungkan sifat dan ukuran dari operasi.
Penerapan prinsip-prinsip HACCP terdiri dari tugas-tugas berikut
sebagaimana terlihat pada tahap-tahap penerapan HACCP:
1.
Pembentukan
tim HACCP
Operasi
pangan harus menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu
tersedia untuk pengembangan rencana HACCP yang efektif. Secara optimal, hal
tersebut dapat dicapai dengan pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin
ilmu. Apabila beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari pihak
luar. Adapun lingkup dari program HACCP harus diidentifikasi. Lingkup tersebut
harus menggambarkan segmen-segmen mana saja dari rantai pangan tersebut yang
terlibat dan penjenjangan secara umum bahayabahaya yang dimaksudkan (yaitu
meliputi semua jenjang bahaya atau hanya jenjang tertentu).
2.
Deskripsi
produk
Penjelasan lengkap dari produk harus
dibuat termasuk informasi mengenai komposisi, struktur fisika/kimia (termasuk
Aw, pH, d1l.), perlakuan-perlakuan mikrosidal/statis (seperti perlakuan
pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengasapan, dll.), pengemasan, kondisi
penyimpanan dan daya tahan serta metoda pendistribusiannya.
3.
Identifikasi
rencana penggunaan
Rencana
penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang diharapkan dari produk
oleh pengguna produk atau konsumen. Dalam hal-hal tertentu, kelompokkelompok
populasi yang rentan, seperti yang menerima pangan dari institusi, mungkin
perlu dipertimbangkan.
4.
Penyusunan
bagan alir
Bagan
alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam diagram alir harus memuat segala
tahapan dalam operasional produksi. Bila HACCP diterapkan pada suatu operasi
tertentu, maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi
tersebut.
5.
Konfirmasi
Bagan Alir di Lapangan
Tim HACCP,
sebagai penyusun bagan
alir harus
mengkonfirmasikan operasional produksi dengan semua tahapan dan jam operasi
serta bilamana perlu mengadakan perubahan bagan alir.
6.
Pencatatan
semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap tahapan.
Pencatatan
semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap tahapan, pengadaan suatu
analisa bahaya dan menyarankan berbagai pengukuran untuk mengendalikan
bahaya-bahaya yang teridentifikasi (lihat Prinsip 1). Tim HACCP harus membuat
daftar bahaya yang mungkin terdapat pada tiap tahapan dari produksi utama,
pengolahan, manufaktur, dan distribusi hingga sampai pada titik konsumen saat
konsumsi. Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya untuk mengidentifikasi
program HACCP dimana bahaya yang terdapat secara alami, karena sifatnya mutlak
harus ditiadakan atau dikurangi hingga batas-batas yang dapat diterima,
sehingga produksi pangan tersebut dinyatakan aman.
Dalam
mengadakan analisis bahaya, apabila mungkin seyogyanya dicakup hal-hal sebagai
berikut :
a) kemungkinan
timbulnya bahaya
b) pengaruh
yang merugikan terhadap kesehatan;
c) evaluasi
secara kualitatif dan atau kuantitatif dari keberadaan bahaya;
d) perkembangbiakan
dan daya
tahan hidup
mikroorganisme tertentu;
e) produksi
terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur fisika dan kimia;
f) kondisi-kondisi
yang memacu keadaan di atas.
Tim HACCP harus mempertimbangkan tindakan
pengendalian, jika ada yang dapat dilakukan untuk setiap bahaya. Lebih jauh
tindakan pengendalian disyaratkan untuk mengendalikan bahayabahaya tertentu dan
lebih, jauh satu bahaya dikendalikan oleh tindakan pengawasan yang tertentu.
7.
Penentuan
TKK (CCP) (Lihat Prinsip 2)
Untuk
mengendalikan bahaya yang sama mungkin terdapat lebih dari satu TKK pada saat
pengendalian dilakukan. Penentuan dari TKK pada sistem HACCP dapat dibantu
dengan menggunakan Pohon keputusan seperti pada Diagram 2, yang menyatakan
pendekatan pemikiran yang logis (masuk akal). Penerapan dari pohon keputusan
harus fleksibel, tergantung apakah operasi tersebut produksi, penyembelihan,
pengolahan, penyimpanan, distribusi atau lainnya. Pohon keputusan ini mungkin
tidak dapat diterapkan pada setiap TKK. Contoh-contoh pohon keputusan mungkin
tidak dapat diterapkan pada setiap situasi. Pendekatan-pendekatan lain dapat
digunakan. Dianjurkan untuk mengadakan pelatihan dalam penggunaan pohon
keputusan.
Dalam
banyak hal, pohon keputusan telah dipergunakan untuk menjelaskan untuk memahami
dan diterima akal untuk keperluan menentukan CCP, hal ini tidak spesifik untuk
semua operasi pangan, sebagai contoh rumah potong hewan dan oleh karena itu
harus dipergunakan untuk yang berkaitan dengan perkiraan yang profesional serta
memodifikasi beberapa kasus, maka produk atau proses harus dimodifikasi pada
tahap tersebut, atau pada tahap sebelum atau sesudahnya untuk memasukkan suatu
tindakan pengendalian.
8.
Penentuan
batas-batas kritis (critical limits) pada tiap TKK (CCP) (Lihat Prinsip 3)
Batas-batas
limit harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila mungkin untuk
setiap TKK. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan
pada suatu tahap khusus. Kriteria yang sering digunakan mencakup
pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban, pH, Aw,
keberadaan chlorine, dan parameter-parameter sensori seperti kenampakan visual
dan tekstur.
Batas
kritis harus ditentukan untuk setiap PTK. Dalam beberapa kasus batas kritis
criteria pengukurannya antara lain suhu, waktu, tingkat kelernbaban, pH, Aw dan
ketersediaan chlorine dan parameter yang berhubungan dengan panca indra
(penampakan dan tekstur).
9.
Penyusunan
sistem permantuan untuk setiap TKK (CCP)
(Lihat
Prinsip 4)
Pemantauan
merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari TKK yang dibandingkan
terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan
kendali pada TKK. Selanjutnya pemantauan seyogianya secara ideal member
informasi yang tepat waktu untuk mengadakan penyesuaian untuk memastikan
pengendalian proses untuk mencegah pelanggaran dari batas kritis. Dimana
mungkin, penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat hasil pemantauan
menunjukkan kecenderungan kearah kehilangan kendali pada suatu TKK.
Penyesuaian
seyogianya dilaksanakan sebelum terjadi penyimpangan. Data yang diperoleh dari
pemantauan harus dinilai oleh orang yang diberi tugas, berpengetahuan dan
berwewenang untuk melaksanakan tindakan perbaikan yang diperlukan. Apabila
pemantauan tidak berkesinambungan, maka jumlah atau frekuensi pemantauan harus
cukup untuk menjamin agar TKK terkendali.
Sebagian
besar prosedur pemantauan untuk TKK perlu dilaksanakan secara cepat, karena
berhubungan dengan proses yang berjalan dan tidak tersedia waktu lama untuk
melaksanakan pengujian analitis. Pengukuran fisik dan kimia seringkali lebih
disukai daripada pengujian mikrobiologi, karena dapat dilaksanakan dengan cepat
dan sering menunjukkan pengendalian mikrobiologi dari produk. Semua catatan dan
dokumen yang terkait dengan kegiatan pemantauan TKK harus ditanda tangani oleh
orang yang melakukan pengamatan dan oleh petugas yang, bertanggung jawab
melakukan peninjauan kembali dalarn perusahaan tersebut.
10. Penetapan tindakan perbaikan (Lihat Prinsip
5)
Tindakan
perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap TKK dalam system HACCP
agar dapat menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan-tindakan harus
memastikan bahwa CCP telah berada dibawah kendali. Tindakan-tindakan harus
mencakup disposisi yang tepat dan produk yang terpengaruh. Penyimpangan dan
prosedur disposisi produk harus didokumentasikan dalam catatan HACCP.
11. Penetapan prosedur verifikasi (Lihat Prinsip
6)
Penetapan
prosedur verifikasi. Metoda audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian,
termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisa, dapat dipergunakan untuk
menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar.
Frekuensi
verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa sistem HACCP bekerja
secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi mencakup :
a.
Peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya.
b.
Peninjauan kembali penyimpangan dan disposisi
produk
c.
Mengkonfirmasi apakah TKK dalam kendali.
Apabila
memungkinkan, kegiatan validasi harus mencakup tindakan untuk mengkonfirmasi
kemanjuran semua elemen-elemen rencana HACCP.
12. Penetapan dokumentasi dan pencatatan (Lihat
Prinsip 7)
Pencatatan
dan pembuktian yang efisien serta akurat adalah penting dalam penerapan sistem
HACCP. Prosedur harus didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup
memadai sesuai sifat dan besarnya operasi.
F. Keuntungan dan Kerugian Penerapan HACCP
Setiap hal pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Begitu pula di dalam
penerapan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) bagi sebuah
industry pangan, tentunya memiliki keuntungan dan kerugian.
Diantaranya :
1. Keuntungan
HACCP
Penerapan HACCP sebagai alat pengatur
keamanan pangan dapat memberikan keuntungan, yaitu mencegah terjadinya bahaya
sebelum mencapai konsumen, meminalkan
risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi makanan, meningkatkan
kepercayaan akan keamanan makanan olahan sehingga secara tidak langsung
mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan.
2. Kerugian
HACCP
Beberapa
kerugian dari HACCP adalah tidak cocok bila diaplikasikan untuk bahaya atau
proses yang hanya sedikit diketahui, tidak melakukan kuantifikasi
(penghitungan) atau memprioritaskan risiko, dan tidak melakukan kuantifikasi
dampak dari tambahan kontrol terhadap penurunan risiko.
Akan
tetapi karena pada dasaranya HACCP ini diciptakan untuk tujuan kemaslahatan
manusia dalam kaitannya dengan pangan dan pemenuhan kebutuhan akan makanan maka
ada baiknya jika setiap perusahaan maupun industri di bidang pangan menerapkan
HACCP ini sebagai system kendali mutu pangan dari produk-prosuk yang dihasilkan.Agar
tercipta suatu kondisi pangan masyarakat yang kondusif, tanpa terjadi
kasus-kasus dalam hal pangan lagi di masa yang akan datang.
Sumber:
Fathonah, Siti. 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan. Semarang :
UNNES Press.
Purnawijayanti, HA. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Pangan. Yogyakarta : Kanisius.
Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan
Pangan. Bandung : Alumni.
Langganan:
Postingan (Atom)